Jakarta (Greeners) – Kolaborasi gerakan konservasi dengan pelaku seni ternyata punya pengaruh besar untuk mendorong konservasi satwa dan kelestarian lingkungan. Salah satunya untuk melestarikan burung Cikalang Christmas. Peneliti mengugah kesadaran masyarakat lewat berbagai sentuhan seni.
Keberadaan burung asal Pulau Christmas, Australia, Cikalang Christmas mulai terancam punah. Burung Cikalang Christmas kerap mencari makan di perairan Teluk Jakarta. Burung yang populasinya hanya 2.400 hingga 4.800 individu ini amat terpengaruh tekanan aktivitas manusia. Misalnya, mulai dari eksploitasi besar-besaran, pemberian racun, terkena alat pancing, hingga tercemarnya polusi pembuangan limbah.
Setelah 11 tahun meneliti burung Cikalang Chirstmas, Koordinator Burung Laut Indonesia Fransisca Noni merasa perlu mengedukasi masyarakat melalui pembuatan karya-karya seni. Tujuannya, agar masyarakat mudah menerima keberadaan mereka sebagai peneliti.
“Kita biasa hanya bergelut pada data yang kaku dan sulit menjangkau mereka. Tapi melalui karya seni, mungkin pesan kami bisa tersampaikan,” katanya dalam diskusi virtual Komunitas Burung Laut Indonesia bertema Karya Seni untuk Mendukung Konservasi, di Jakarta, Kamis (6/1).
Pin burung Cikalang Chirstmas merupakan karya seni pertama buah karya anak-anak di SDN Pulau Untung Jawa 01 Pagi di Kepulauan Seribu, Jakarta. Karya seni ini lahir bertepatan dengan peringatan Hari Kartini. Setelah itu, turut bermunculan berbagai bentuk karya seni lain, seperti kaos, tas, hingga ajakan pelestarian pelestarian burung langka ini.
Edukasi ke Masyarakat Garda Terdepan Konservasi Cikalang Christmas
Fransisca menambahkan, yang tak kalah penting adalah memastikan edukasi konservasi tersampaikan pada masyarakat sekitar yang terlibat interaksi langsung dengan burung Cikalang Chirstmas di Teluk Jakarta.
Menurutnya, burung Cikalang Christmas kerap menjadi penanda keberadaan ikan yang membantu para nelayan. Berbagai aktivitas kolaborasi seni dan konservasi turut dilakukan bersama dengan para nelayan. Aksi tersebut seperti pembuatan kalender, kaos, hingga workshop yang hasilnya diilustrasikan dalam bentuk visual.
“Sebagai garda terdepan, para nelayan memiliki fungsi penting untuk menjaga habitat Cikalang Chirstmas dan menyebarkan informasi ke sesama nelayan lainnya,” ucapnya.
Abdurrahman atau Doge, Filmmaker Burung Cikalang Christmas di Teluk yang Riuh, menyatakan saat ini, platform teknologi digital sangat berpotensi menyuarakan konservasi burung Cikalang Christmas. Hal ini untuk memastikan kemasan dan bahasa produk seni ciptaannya sesuai dengan karakteristik masyarakat.
“Misalnya, untuk film-film dokumenter selama ini kurang masyarakat lirik. Kemudian saya berpikir bagaimana melalui film setidaknya kita membangun kesadaran konservasi. Pesan utamanya adalah menantang mereka untuk perlu berbagi ruang dengan makhluk hidup di luar,” ungkap Doge.
Peranan Perempuan untuk Keberlanjutan Konservasi
Penyadaran konservasi melalui seni ini juga melibatkan peran perempuan dan anak. “Melalui seni yang lebih fun, konservasi bisa masyarakat awam terima secara luas, mulai dari anak-anak dan orang dewasa,” kata Penggagas Cikalang Project, Anna R. Septiana.
Anna kerap membuat benda-benda yang bernilai seni konservasi melalui kerajinan kreatif Do It Yourself (DIY). Ia melukis di tas dan sepatu yang sasaran utamanya anak-anak. Menariknya, menurut Anna dengan menyasar anak-anak maka dia juga turut menyadarkan orang tua anak-anak tersebut.
“Misalnya, kita mempunyai buku cerita. Nah, anak-anak yang belum bisa baca ini pasti akan dibantu cerita oleh ibu mereka. Dengan cara itu orang tua teredukasi juga,” papar Anna.
Menurut Anna, perempuan memiliki posisi strategis sebagai pelaku edukasi konservasi. Hal itu terungkap pada salah satu jurnal perempuan dalam konservasi. Ada kecenderungan perempuan menjadi pelaku keberlanjutan konservasi.
“Ketika seorang perempuan merasa berdaya di satu komunitas, ia akan mempunyai kemampuan untuk menceritakan kembali melalui edukasi konservasi ke teman sesama perempuannya. Ia juga mampu mengedukasi ke anak-anak,” pungkasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu