Jakarta (Greeners) – Center for Orang utan Protection (COP) atau Orang utan Friends menggelar konser amal tahunan Sound for Orang utan (SFO) di Rossi Musik Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu, (14/12/19). Acara tersebut bertujuan menyebarluaskan informasi mengenai perlindungan orang utan dan habitatnya. Pengisi acara terdiri berbagai aliran musik, tetapi memiliki satu tujuan mendukung perlindungan satwa liar yang mulai terancam.
Ketua Acara Sound For Orang utan Aulia Rahma Fadilla mengatakan konser amal terinspirasi dari wacana perpindahan ibu kota ke Kalimantan. Menurutnya, rencana tersebut menjadi titik acuan untuk lebih gencar menyuarakan hak hidup orang utan. Karena selama ini pembangunan tidak pernah mempertimbangkan kehidupan satwa liar khususnya orang utan. Misalnya, pembangunan jalan tol yang mulai melintasi area konservasi mereka.
“Dalam acara ini kita mengangkat tema “Orang utan Dream” yang mempresentasikan mimpi-mimpi orang utan untuk hidup bebas sesuai keinginan mereka, bukan keinginan manusia semata,” ujar Aulia.
Baca juga: Orangutan Sumatera Ditemukan Kritis dengan 74 Butir Peluru Bersarang di Tubuhnya
Ia menuturkan konser musik merupakan momen tepat untuk membuat generasi milenial peduli terhadap isu orang utan. Sebab saat ini mereka lebih banyak mengetahui persoalan gaya hidup ramah lingkungan saja. Sedangkan untuk informasi perlindungan orang utan masih minim.
“Saat ini orangutan makin kritis, apalagi di Sumatera, sudah sangat kritis. Karena dalam jarak 1 kilometer hanya ditemui 2 hingga 4 individu orangutan,” kata Aulia.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat upaya konservasi orangutan terus dilakukan dalam kurun waktu 2012 sampai 2017. Lebih dari 250 orang utan Kalimantan telah dievakuasi ke pusat penyelamatan maupun dipindahkan ke habitat yang lebih aman.
Sampai Desember 2017, jumlah orang utan yang sudah dilepaskan sebanyak 726 individu. Sementara, yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1.059 individu. Sedangkan 267 orang utan diketahui telah ditranslokasi dan sisanya berada di pusat rehabilitasi dengan jumlah 54 individu.
Baca juga: Perlindungan Orangutan, KLHK Sediakan “Call Center Quick Response”
Direktur COP, Daniek Hendarto mengatakan regulasi atas semua permasalahan orang utan sudah selesai. Mulai dari peraturan, upaya penegakan hukum, rehabilitasi, hingga aturan pelepasliaran. Namun, implementasi itu tidak berjalan dengan baik di lapangan, sebab, kasus kekerasan masih terus berlangsung.
“Seperti kasus senapan angin, masih marak terjadi dan sangat sulit terlacak oleh aparat. Dari tahun 2016-2019 terdapat 53 kasus orang utan dengan senapan angin. Dan angka-angka ini masih terus bertambah ketika tidak ada pengawasan dari pemegang otoritas,” ujar Daniek.
Tahun depan, COP tetap berkomitmen pada pelepasliaran dan penegakan hukum terhadap orang utan. Upaya yang paling penting ialah pencegahan penggunaan senapan angin liar. Karena ancamannya belum berdampak terhadap kelestarian dan publikasinya masih terbatas.
Hasil penjualan tiket maupun merchandise dari Sound for Orang utan, 100 persen akan digunakan untuk rehabilitasi di Borneo, Kalimantan Timur. Di tahun 2018, hasil dari penjualan tiket dibelikan kapal untuk transportasi pengangkutan orang utan.
Penulis: Dewi Purningsih dan Krisda Tiofani