Jakarta (Greeners) – Kapal Odyssey adalah saksi nyata dalam hal bencana polusi plastik yang terjadi di laut lepas. Gelar ekspedisi selama lima tahun ke seluruh dunia, singgah di 35 tempat termasuk Indonesia.
Misi Odyssey adalah meningkatkan kesadaran, mengidentifikasi, mempromosikan dan mengangkat solusi lokal terhadap masalah sampah plastik di laut dunia. Ekspedisi kapal ini diinisiasi oleh Yayasan Race For Waters yang didirikan pada tahun 2010 oleh Marco Simeoni, seorang wirausahawan Swiss yang memiliki ketertarikan pada laut. Yayasan ini memang bertujuan memberikan dedikasi terhadap pelestarian air khususnya lautan.
Melalui ekspedisi langsung, Marco mempelajari dan menunjukkan sejauh mana bencana polusi plastik terhadap ekosistem, sambil memberikan solusi pragmatis dan relevan untuk mencegah limbah plastik.
Pada tahun 2015, Race For Water meluncurkan Odyssey pertamanya untuk membuat penilaian global terhadap polusi plastik laut. Temuannya jelas “pulau plastik” terbukti tidak ada. Hanya 1-3% dari sampah plastik yang tersisa di permukaan.
Namun, manusia akan menghadapi efek mikroplastik beracun dengan dampak yang sangat besar terhadap fauna laut dan seluruh rantai pangan.
Camille Rollin, selaku Act Project Manager Race For Water mengatakan bahwa 80% limbah di laut merupakan sampah plastik di mana 1-3% berada di atas permukaan laut dan sebagian besarnya berada di bawah permukaan laut. Selain itu, juga ditemukan mikroplastik di pinggiran laut dan pantai.
“Berdasarkan ekspedisi ini, kami menemukan berbagai jenis bentuk sampah plastik di lautan, dari yang masih utuh hingga menjadi mikroplastik. Hal ini sangat membahayakan terlebih lagi ditemukan 1,5 juta hewan mati setiap tahun disebabkan oleh sampah plastik di lautan,” ujar Camille saat Greeners melakukan kunjungan kapal bersama Koaksi Indonesia, di Ancol, Jakarta, Selasa (09/07/2019).
Bahkan, pada ekspedisi pertama Odyssey, mereka membuat studi dengan pengambilan beberapa sampel yang berkolaborasi bersama universitas. Menemukan bahwa larva ikan yang sengaja diberi makan mikroplastik mengalami perubahan bentuk pada badan, fungsi dan sistem tubuh menurun, serta meningkatkan kematian yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan pada DNA ikan tersebut.
Oleh karenanya, lanjut Camille, Race For Water melalui Odyssey membuat tiga program untuk mencegah dan menghentikan masuknya sampah plastik ke lautan. Pertama learn, berkontribusi pada kemajuan pengetahuan ilmiah tentang polusi plastik dalam air. Kedua share, memperingatkan pengambil keputusan, tingkatkan kesadaran di kalangan masyarakat umum dan mendidik generasi muda. Ketiga act, mempromosikan dan menerapkan solusi dengan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang berkelanjutan.
“Pada saat kami singgah di berbagai tempat untuk mencegah sampah plastik berada di lautan, kami mempromosikan konsep mengubah limbah menjadi energi sesuai dengan kapasitas masyarakat. Karena kami menyadari model daur ulang saat ini rentan untuk tidak berkembang. Hanya 15-20% limbah plastik yang saat ini dikumpulkan untuk di daur ulang. Lebih dari setengah bahan yang dikumpulkan ini tidak dapat didaur ulang karena alasan kesehatan, keselamatan, kualitas, dan kontaminasi,” ujarnya.
Energi Terbarukan Untuk Mengoperasikan Kapal
Selain itu, Kapal Odyssey ini juga merupakan kapal pertama kali di dunia yang menggunakan tiga energi terbarukan yakni matahari, angin, dan air yang mengoperasikan sistem kapal untuk berkeliling dunia.
Annabelle Boudinot, Kapten Kedua Kapal Odyssey, mengatakan bahwa Kapal Odyssey merupakan kapal pertama kali yang keliling dunia menggunakan tiga energi bersih, yakni matahari dengan panel surya, angin menggunakan layang-layang yang menarik 100 metrik ton kapal, dan air dari laut yang diubah menjadi hidrogen di bawah pengaruh elektrolisa.
Annabelle menjelaskan, dengan luas panel surya sebesar 512 meter persegi bisa menyediakan listrik yang diperlukan untuk membuat kapal bergerak selama 36 jam.
“Kapal Odyssey tidak pernah kehabisan energi, walaupun hal itu terjadi kami akan mengurangi kecepatannya, karena 50 kwh yang dihasilkan dari panel surya serta ditambah dengan 7,5 meter kubik hidrogen pada 350bar yang disimpan dalam 25 botol menghasilkan lebih dari 2.600 kwh listrik cukup untuk 6 hari pada kecepatan 4 knot,” katanya.
Penulis: Dewi Purningsih