Jakarta (Greeners) – Wacana menggeser area konservasi Telok benoa menjadi area komersil dengan reklamasi belum surut. Kali ini, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) mengadakan diskusi ilmiah dengan tema “Telok Benoa Dalam Kajian Ekologi, Budaya dan Religi di Bali” di Universitas Indonesia, Depok pada Kamis (17/12) lalu.
Koordinator ForBALI Jakarta Saras Dewi menyatakan bahwa proses AMDAL yang berlarut-larut membuat pihaknya merasa perlu untuk melakukan kegiatan ilmiah sebagai sumbangsih pikiran dalam proses pengkajian AMDAL ini.
“Kami ingin berbagi ke mahasiswa dan dosen dan ke komunitas pendidikan tentang apa sih yang sudah kami temukan, yang sudah kami lakukan,” ucap Saras.
Menurut Saras, ForBALI dan seluruh masyarakat Bali telah lelah menghadapi kebohongan-kebohongan yang berbalut birokrasi maupun kajian ilmiah. Oleh karenanya, diskusi ini juga merupakan pemikiran alternatif dalam menyikapi wacana reklamasi Telok Benoa.
Bagi Saras, diskusi ini membuktikan bahwa FoRBALI tidak hanya melakukan aksi penolakan tanpa dasar. Diskusi ini sendiri menghadirkan pembicara-pembicara yang merupakan para akademisi dan pakar di bidangnya, antara lain dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Made Supartha dan pakar penanggulangan bencana asal UPN “Veteran” Yogyakarta, Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno.
“Jadi kami bukan sekadar hanya teriak-teriak serak di tenggorokan saja, tapi kami punya penelitian dan pikiran tandingan. Itu yang harus simultan menurut saya,” tandasnya.
Pemilihan kampus UI sebagai tempat berlangsungnya tempat diskusi dinilai Saras sebagai tempat yang representatif untuk melakukan diskusi mengenai semua permasalahan, termasuk lingkungan, dengan gaya akademis dan ilmiah.
Hal ini, lanjut Saras, juga sesuai dengan poin ke tiga Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. “Semua masalah yang menyangkut tentang kemaslahatan masyarakat, kampus harus terlibat. Dan keterlibatannya harus memihak pada pihak yang tertindas,” jelas perempuan yang juga dosen di Fakultas Filsafat UI ini.
Di tempat yang sama, vokalis band Marjinal, Mike, menilai bahwa permasalahan penting yang menyangkut dan berdampak langsung kepada masyarakat, termasuk masalah lingkungan, sejatinya memang membutuhkan banyak ruang diskusi untuk merangsang kesadaran masyarakat luas.
“Harus ada intensitas yang terus-menerus untuk mensosialisasikan segala persoalan, untuk menanamkan suatu kesadaran dan pengetahuan yang lebih atas situasi di negeri kita. Itu yang paling penting,” ujarnya.
Mike pun berharap bahwa kegiatan penyebaran wacana tolak reklamasi ini tidak berhenti di kampus saja, melainkan juga dilakukan langsung di area-area publik dan terbuka. Karena bagi Mike, masyarakat Indonesia cenderung pasif dalam menyikapi suatu masalah.
“Agar masyarakat tidak pasif dan tidak mengharapkan perubahan di negeri kita ini seolah-olah turun dari langit. Tapi (perubahan) memang perlu kerja sama masyarakat,” ujarnya.
Diskusi yang diadakan FoRBALI sendiri dihadiri oleh beberapa selebriti seperti band Marjinal, Melanie Subono dan Choky Netral. Selain itu, dalam diskusi ini juga diadakan pemutaran film “Alam Berbicara”.
Penulis: TW/G37