Surabaya (Greeners) – Selama tiga minggu, Lembaga peduli lingkungan Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) menggelar pameran berbagai ornamen dari sampah. Pameran bertajuk Fish Fersus Flastik ini mencoba menampilkan potret buruk kondisi sampah di Indonesia jika tanpa penanganan serius.
Pameran di kantor ECOTON Gresik, Jawa Timur ini juga melibatkan banyak aktivis peduli lingkungan dari sampah plastik berlangsung dari 20 September hingga 2 Oktober 2021 bertepatan dengan hari habitat sedunia.
Founder ECOTON Prigi Arisandi mengatakan, ECOTON memilih tema peduli plastik karena melihat kondisi sungai kini penuh sampah plastik dari berbagai bentuk. Sampah itu seperti kantong plastik sekali pakai, sedotan, styrofoam, kemasan sekali pakai, botol plastik dan popok. Komponen sampah ini mengandung unsur plastik yang sulit terurai.
“Sampahnya bersifat multilayer yang memiliki banyak lapisan dan susah jika diolah, karena harus dipisah-pisahkan terlebih dahulu dan sulit terurai oleh alam,” katanya kepada Greeners, di Gresik, baru-baru ini.
Prigi menyebut, ECOTON mengambil sampah yang tampil dalam pameran dari sungai di wilayah Surabaya, beberapa sungai di Jawa seperti Bengawan Solo, Teluk Jakarta hingga sampah Kali Ciliwung.
Fish Fersus Flastik Berbahan Kresek dan Botol Plastik
Tim mengambil sampah dari sungai, membersihkannya, mengaudit sebagai data penelitian mereka.
Pameran Fish Fersus Flastik menampilkan tiga instalasi dan satu patung. Pertama, lorong yang terdiri dari ribuan botol plastik. Menurut ECOTON, penggunaan botol plastik sekali pakai ini mencapai 4.400 buah per orangnya dalam kurun waktu tiga tahun.
Selain itu, kedua, ada pula rumah kresek yang terdiri dari 2.000 kantong plastik sekali pakai. “Bagian ini berkonsep seperti di dasar sungai yang penuh gundukan sampah. Kemudian ikan-ikan memakan sampah plastik tersebut,” ucap Prigi.
Ketiga, jaring nelayan berbentuk kerucut yang berbalut sampah. Prigi menyebut, hal ini menggambarkan nelayan akan lebih banyak mendapat plastik daripada ikan sebagai hasil tangkapannya, tanpa upaya mengurangi sampah plastik.
Keempat yang terbaru, yaitu patung Dewi Sri atau dewi kesuburan penguasa bumi atau tanah. Dalam pameran tersebut, kain Dewi Sri berbalut sampah plastik yang bermakna jika pencemaran membuat tanah tak lagi subur.
Menurut Prigi, pameran Fish Fersus Flastik ini tidak sekadar sebuah pameran. ECOTON ingin meneruskan pesan kepada seluruh komponen masyarakat terkait keadaan lingkungan di Indonesia yang sudah tercemar.
“Aktivitas nonton bareng (nobar) film dokumenter Pulau Plastik juga kita buat. Tujuannya menunjukkan kondisi lingkungan alam di Indonesia. Kami berharap masyarakat lebih tergugah kesadarannya dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai,” tuturnya.
Pengunjung dari masyarakat umum, pelajar hingga mahasiswa antusias menyaksikan suguhan pameran dari sampah plastik ini. ECOTON mencatat ratusan pengunjung datangi pameran.
“Harapan besar dari adanya pameran ini, agar masyarakat mengerti dan menerapkan reduce atau pengurangan pemakaian plastik sekali pakai demi menjaga lingkungan dan diri sendiri,” ungkap Prigi.
Menurutnya, dalam upaya pengelolaan sampah, reduce pegang peran penting. Caranya dengan mengurangi pemakaian barang sekali pakai dan sekaligus menekan laju pencemaran lingkungan.
Penulis : Jelita Sondang Samosir