Jakarta (Greeners) – PT Faber-Castell Indonesia , perusahaan produsen alat tulis dan gambar asal Jerman yang membangun franchise di Indonesia, adalah satu dari segelintir produk berbasis kayu di Indonesia yang beberapa produknya menyandang sertifikasi ekolabel Forest Stewardship Council (FSC) untuk memproduksi produk pensilnya.
Dikunjungi di pabriknya di kawasan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat yang merupakan cikal bakal lahirnya pabrik pensil pertama di Indonesia pada tahun 1999-an, Fransiska Remilla, Brand Manager Faber-Castell Internasional Indonesia mengungkapkan bahwa tidak mudah menjual produk bersertifikat FSC di dalam negeri.
Hal tersebut dikarenakan masih minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk-produk yang baik dan ramah terhadap lingkungan serta terlacak secara bertanggung jawab setiap proses pengolahannya. Ditambah, saat ini belum adanya survey tentang kepedulian konsumen terhadap pembelian produk-produk ramah lingkungan.
Oleh karena itu, perempuan yang akrab disapa Siska ini mengaku sangat menaruh harapan pada FSC, media dan WWF-Indonesia untuk bisa mengkampanyekan pengetahuan mengenai produk-produk yang baik serta ramah lingkungan, terlebih produk yang telah bersertifikasi seperti FSC.
“Karena percuma sebagus apapun kita yang punya barang, tidak akan berpengaruh apa-apa kalau tidak ada yang beli,” tuturnya kepada Greeners saat menerima kunjungan wartawan di pabrik Faber-Castell di Bekasi, Jumat (18/09) lalu.
Senada dengan Siska, Margareth Meutia, Footprint Campaign Coordinator dari WWF-Indonesia juga menyampaikan tantangan serupa. Saat ini, memang sudah ada beberapa produk yang telah diakui memiliki sertifikasi ramah lingkungan dan bisa terlacak kejelasan serta asal-usul produk tersebut, seperti misalnya, bahan baku kayu yang digunakan oleh Faber-Castell. Namun yang masih agak sulit, aku Megi, sapaan akrabnya, adalah mengedukasi masyarakat untuk bisa lebih peduli terhadap lingkungan.
“Untuk saat ini memang golongan masyarakat kelas menengah ke atas yang tengah kita sasar. Karena mereka lebih berpendidikan dan mudah untuk diajak peduli, tapi bukan berarti yang kelas ekonomi rendah kita abaikan,” tegasnya.
Hartono Prabowo, selaku Indonesia Representative FSC Indonesia mengutarakan FSC membantu dunia usaha dan juga konsumen untuk mendapatkan pilihan informasi mengenai produk dari hasil hutan yang dikelola secara bertanggung jawab.
“Label FSC pada produk merupakan simbol yang menyatakan produk tersebut dihasilkan dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab baik secara lingkungan maupun sosial. Artinya, hutan dikelola secara berkelanjutan dengan mengedepankan aspek lingkungan dan sosial misalnya konservasi keanekaragaman hayati, pengurangan emisi karbon, rehabilitasi hutan, dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat, masyarakat sekitar hutan, dan juga hak pekerja, namun tetap memperhatikan nilai perusahaan dan akses pasar,” ujarnya.
Saat ini, kata Hartono, terdapat 2 persen dari total hutan di Indonesia yang tersertifikasi dengan standar FSC, baik hutan alam (HPH) maupun hutan rakyat. Luas hutan ini, lanjutnya, akan meningkat hingga dua kali lipat dalam 3-4 tahun mendatang, termasuk dengan akan disertifikasinya beberapa perusahaan pengelola hutan alam dalam waktu dekat.
“Karena itu, kami ingin mengajak konsumen untuk memilih produk berlabel FSC. Dengan semakin banyak konsumen yang sadar dan meminta untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, akan mendorong semakin banyak pengelola hutan dan perusahaan yang menyadari pentingnya menghasilkan produk yang bernilai ramah lingkungan,” tambah Hartono.
Di Indonesia, lanjut dia, produk yang menggunakan label FSC adalah Tessa Tissue, Susu Ultra dan Teh Kotak. Selain itu, kata dia, pensil Faber-Castell sudah menggunakan kayu dari hutan yang bersertifikat FSC.
Penulis: Danny Kosasih