Surabaya (Greeners) – Menurut data dari United Nations Environmental Programme, Indonesia menjadi negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dilatarbelakangi hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menggelar acara Surabaya Environmental Talkshow dalam rangkaian kegiatan Environation 2017 dengan tema “Climate Change: Self Revolution or Self Adaptation?”.
Dalam acara tersebut, Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan pulau hilang dan bencana alam. Oleh karena itu, ia mengimbau agar semua pihak menjaga kelestarian alam.
“Pada 15 tahun mendatang situasi akan semakin buruk maka perlu generasi muda untuk memperbaiki, generasi tua memberikan pengalamannya. Apabila tidak diantisipasi sekarang maka kedepannya akan semakin memburuk. Perubahan iklim sekarang menjadi fenomena ekonomi, alternatif energi lebih menguntungkan daripada fosil. Generasi muda ini menjadi kekuatan bangsa dalam menghadapi seluruh tantangan global,” kata Rachmat seperti dikutip dari siaran pers, Surabaya, Sabtu (29/04).
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nur Masripatin menambahkan, Indonesia ingin menjadi negara dengan pengurangan emisi hingga 29 persen. Sebelumnya, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengurangan emisi hanya sebesar 26 persen.
“Ini artinya pemerintah semakin peduli terhadap lingkungan. KLHK juga mengadakan pertemuan diskusi tentang bagaimana masing-masing sektor untuk menerapkan pengurangan emisi (emission reduction),” ujar Nur Masripatin.
Tidak hanya pemerintah, Rektor ITS Joni Hermana mengatakan bahwa perguruan tinggi juga harus menyiapkan perubahan iklim. Sejak tahun 2016, lanjutnya, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melakukan upaya untuk fokus pada berbagai bidang keilmuan, termasuk perubahan iklim.
“Perguruan tinggi melakukan kajian untuk mengatasi perubahan iklim. Kita semua menyadari bahwa meningkatnya CO2 akibat ulah manusia. Untuk mengatasi itu, pendidikan memegang peranan penting untuk mengedukasi masyarakat,” kata Joni Hermana.
Sebagai informasi, Surabaya Environmental Talkshow yang merupakan bagian dari kegiatan Environation 2017 digelar pada 29 April 2017 di Grand City Convex Surabaya. Acara ini menghadirkan Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim Prof. Rachmat Witoelar, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.SC, Rektor ITS Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES, PhD, serta Direktur Operasi PT Pupuk Kaltim Bagya Sugihartana.
“Kegiatan ini kami hadirkan sebagai wujud kepedulian kami terhadap kondisi lingkungan, khususnya mengenai perubahan iklim yang dampaknya semakin terasa bagi masyarakat. Narasumber yang kami hadirkan adalah para pakar dari berbagai latar belakang, sehingga diskusi dalam talkshow ini akan sangat menarik,” ujar Ardytto Istianto, Project Director Environation 2017.
Melalui kegiatan ini, diharapkan program-program pemerintah mengenai perubahan iklim dapat disosialisasikan kepada publik, serta tumbuh gagasan dan solusi baru, sehingga masyarakat, pemerintah, dan akademisi dapat bergerak bersama menangani perubahan iklim.
Penulis: Renty Hutahaean