Dikira (Greeners) – Bercocok tanam di tengah terik matahari, mengolah kotoran hewan menjadi sesuatu yang bermanfaat seperti pupuk kompos dan bahan bakar biogas, serta hidup tanpa aliran listrik dan terasing dari dunia luar tentu tidaklah mudah.
Setidaknya begitulah yang dirasakan oleh Franka Maria Bertien Kerklaan (25), salah satu peserta tim Ekspedisi Sumba 2015 asal Utrecht, Belanda. Perempuan yang baru saja menyelesaikan pendidikan Ilmu Sains dan Komunikasi dengan fokus Pendidikan Keberlanjutan ini mengaku seperti mengalami lompatan kebiasaan yang sangat jauh berbeda dengan apa yang ia jalani sehari-hari di kota asalnya.
“Saya punya banyak teman dan keluarga di negara asal saya. Namun, kami tidak pernah bertemu setiap hari karena harus bekerja dan melakukan aktifitas. Di sini, semuanya berbeda. Semua melakukan sesuatu bersama-sama. Bahkan saya hampir tidak memiliki wilayah pribadi untuk melakukan hal yang pribadi untuk diri saya,” tuturnya, Dikira, Kamis (03/09).
Selain itu, ia juga merasakan sulitnya hidup dalam kondisi yang benar-benar tertinggal dibandingkan dengan hidup di tempat di mana ia dibesarkan. Jika, di Utrech ia bisa membeli kebutuhan untuk makan pada siang hari dengan mudah, sehingga setelah sampai di rumah ia bisa langsung memasak dan mengkonsumsinya.
“Sedangkan di sini, untuk makan saja harus masak dengan waktu yang cukup lama tanpa listrik dan kompor gas yang mempermudah hidup mereka,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Franka sangat senang dengan adanya Solar Water Pump (Pompa Air Tenaga Surya) dan teknologi biogas yang diterapkan di Desa Dikira oleh Hivos yang bekerjasama dengan beberapa mitra lokalnya. Karena, katanya lagi, dengan adanya teknologi tersebut sungguh sangat membantu kehidupan masyarakat khususnya dalam hal pertanian serta beberapa hal lainnya.
Khusus untuk biogas, Franka mengaku baru pertama kali melihat dan mempelajari secara langsung mekanisme dan cara kerjanya di Desa Dikira. Karena selama ini ia hanya melihat dari foto dan video yang ia miliki.
Sebelum berangkat ke Sumba, Frangka telah membuat sebuah museum berjalan dari sepeda yang berisi berbagai foto terkait lokasi, keadaan, suasana dan kondisi di Sumba agar orang-orang bisa melihat dan tergerak dan mencari tahu mengenai Sumba.
Kini, setelah ia merasakan sendiri kehidupan di Sumba, khususnya Desa Dikira, ia merasa harus mempublikasikan dan menginformasikan kondisi sebenarnya melalui hasil jepretan yang ia alami sendiri.
Sebagai informasi, Desa Dikira adalah salah satu desa yang menjadi tujuan tim Ekspedisi Sumba 2015. Desa ini berada di Sumba Barat Daya dengan 325 Kepala Keluarga yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani sayur dan peternak.
Franka adalah salah satu peserta asal Kota Utrech, Belanda, yang tergabung dalam Ekspedisi Sumba 2015. Bersama tujuh orang peserta lainnya, Franka melakukan perjalanan untuk mempelajari dan merasakan bagaimana suasana dan keadaan hidup masyarakat Sumba sembari mengkampanyekan perubahan iklim dan energi terbarukan yang dikembangkan oleh Hivos, organisasi internasional pembangunan nirlaba non-pemerintah internasional.
Selain Franka, tujuh peserta lainnya adalah Dea Sihotang dari Cibubur, Novianus Efrat dari Jakarta, Saepul Hamdi dari Sukabumi dan Griksa Gunadarma dari Jakarta. Sedangkan tim dari Belanda yaitu Guido, Joyce dan Sylvia.
Penulis: Danny Kosasih