Kamanggih (Greeners) – Keberadaan teknologi energi terbarukan di beberapa desa yang didatangi oleh tim Ekspedisi Sumba 2015, diakui oleh Guido van Zurk masih kurang dimaksimalkan penggunaannya oleh masyarakat. Ayah dari dua orang anak ini memberi contoh seperti keberadaan Solar Water Pump (Pompa Air Tenaga Surya) yang ada di Desa Dikira.
Menurutnya, meskipun Solar Water Pump tersebut dianggap cukup membantu masyarakat Desa Dikira untuk mendapatkan akses air bersih, namun dalam pelaksanaannya masyarakat masih harus mengambil air tersebut dari kolam tampungan yang jaraknya cukup jauh dari ladang masyarakat.
“Seharusnya selain membuat irigasi, masyarakat bisa menggunakan pipa-pipa panjang untuk mengaliri air dari Solar Water Pump itu. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengambil air dengan ember-ember besar. Itu jelas akan mempermudah karena kami di Belanda melakukan hal itu,” jelas Guido menceritakan pengalamannya, Kamanggih, Selasa (08/09).
Selain agar lebih efisien, kata Guido, pengenalan beberapa teknologi sederhana seperti penggunaan springkle (keran air memutar yang digunakan untuk menyiram tanaman) juga bisa diterapkan di beberapa ladang yang memang memiliki akses air bersih cukup jauh dari penampungan.
Sedangkan untuk mengubah kebiasaan, diakui pria 45 tahun ini, juga tidaklah mudah. Masyarakat desa telah memiliki tradisi tersendiri yang telah dilakukan secara turun-temurun. Oleh karena itu, ia merasa masih perlu dilakukan pendekatan secara persuasif agar pendidikan dan pengembangan kemampuan diri masyarakt bisa berjalan dengan baik.
Seperti misalnya penggunaan teknologi biogas. Alih-alih kagum pada penggunaan biogas untuk memasak, Guido malah merasa bingung karena masyarakat masih saja menggunakan kayu yang diambil dari hutan untuk memasak kebutuhan sehari-hari.
Padahal, keberadaan biogas yang sudah dibangun bukanlah hal yang mudah dan pasti memberikan dampak yang baik secara efisiensi. Namun ternyata, masyarakat masih tunduk pada kebiasaan adat yang mengharuskan mereka untuk memasak dengan kayu bakar.
“Hal-hal seperti ini tentu akan menjadi sulit karena percuma jika alat sudah terpasang tapi tidak dimanfaatkan dengan baik,” katanya lagi.
Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat masih butuh waktu yang cukup panjang untuk bisa memahami dan mempelajari betapa bermanfaatnya teknologi dari energi terbarukan yang telah memiliki. Hal itu dibutuhkan agar mereka benar-benar merasa memiliki teknologi tersebut dan setelah ada rasa memiliki, tentunya mereka akan menjaga, merawat dan memanfaatkan teknologi dengan baik.
Sebagai informasi, Guido adalah salah satu peserta tim Ekspedisi Sumba 2015 asal kota Dordrecht, Belanda. Bersama tujuh orang peserta lainnya, Guido melakukan perjalanan untuk mempelajari dan merasakan bagaimana suasana dan keadaan hidup masyarakat Sumba sembari mengkampanyekan perubahan iklim dan energi terbarukan yang dikembangkan oleh Hivos, organisasi internasional pembangunan nirlaba non-pemerintah internasional.
Tujuh peserta yang dimaksud adalah Dea Sihotang dari Cibubur, Novianus Efrat dari Jakarta, Saepul Hamdi dari Sukabumi dan Griksa Gunadarma dari Jakarta. Selain Guido, tim dari Belanda yaitu Franka, Joyce dan Sylvia.
Penulis: Danny Kosasih