Jakarta (Greeners) – Krisis iklim kini menjadi perhatian dunia, salah satu penyebabnya efek rumah kaca akibat meningkatnya emisi gas karbon dioksida (CO2). Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa metode penyemaian kapur kalsium oksida (CaO) atau kalsium hidroksida (Ca(OH)2) di area dengan konsentrasi CO2 tinggi dapat menjadi solusi untuk mengurangi efek rumah kaca.
Ide tersebut disampaikan oleh Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) BRIN Mahally Kudsy. Ia mengungkapkan, penyemaian ini dapat dilakukan baik secara dinamis menggunakan pesawat terbang, maupun secara statis dengan menggunakan base generator.
Tujuan utama dari invensi ini adalah untuk mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida yang terbentuk akibat kebakaran hutan dan atau lahan. Hal ini dilakukan dengan metode penyemaian kapur kalsium oksida atau kalsium hidroksida di udara yang terkontaminasi gas CO2, termasuk yang tercampur dengan asap kebakaran hutan.
BACA JUGA: Kemenhub Bentuk Tim Mitigasi Iklim untuk Dorong Penurunan GRK
“Selain itu, invensi ini juga bertujuan untuk menawarkan metode baru dalam mengatasi pemanasan global dengan cara mengurangi salah satu gas rumah kaca, yaitu CO2, melalui penyemaian kapur ke dalam udara yang mengandung gas rumah kaca tersebut,” kata Mahally, dalam Webinar PRLSDA ke-61, Kamis (7/11).
Kalsium oksida dan kalsium hidroksida memiliki sifat yang secara spontan dapat mengikat gas CO2 dan mengubahnya menjadi kalsium karbonat (CaCO3). Proses ini membuat penggunaan kedua senyawa ini sangat tepat untuk mengurangi gas rumah kaca, khususnya CO2.
Mahally menyebut, kapur kalsium oksida dan kalsium hidroksida merupakan senyawa yang mudah didapatkan di pasaran. Selain itu, kapur tersebut juga sangat efektif dalam menyerap gas CO2 dari udara, kemudian mengubahnya menjadi kalsium karbonat.
Kelebihan CO2 Menyebabkan Pemanasan Global
Sementara itu, meskipun tumbuh-tumbuhan membutuhkan gas rumah kaca seperti CO2 dalam konsentrasi tertentu untuk tumbuh, kelebihan gas CO2 di atmosfer dapat menyebabkan pemanasan global yang berbahaya. Tanpa adanya gas rumah kaca, perbedaan suhu antara siang dan malam hari akan sangat ekstrem yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu global rata-rata akan meningkat 0,3 derajat Celcius setiap sepuluh tahun. Hal itu dapat terjadi apabila tidak ada upaya pengurangan emisi gas CO2.
BACA JUGA: Jakarta, Kota dengan Kadar Ozon Permukaan Tertinggi di Indonesia
Menurut Mahally, karbon dioksida mampu bertahan lama di atmosfer. Bahkan, bisa terurai dalam waktu 50 hingga 200 tahun. Akibatnya, konsentrasi CO2 di atmosfer semakin meningkat seiring berjalannya waktu.
Ia mengatakan bahwa upaya oleh para ahli selama ini umumnya bersifat pencegahan. Seperti himbauan untuk mengurangi penggunaan material yang menghasilkan gas CO2 berlebihan. Kemudian, upaya statis seperti penanaman pohon untuk menyerap CO2 dari atmosfer.
Namun, faktanya dalam mempertahankan daerah hijau dan area tanam itu semakin sulit. Sebab, saat ini luas hutan dan lahan pertanian semakin berkurang akibat pertambahan jumlah penduduk dan perluasan daerah industri.
“Selain itu, sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan semakin memperburuk kondisi ini,” ungkapnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia