Jakarta (Greeners) – Yayasan Econusa menggelar diskusi MaCe (Mari Cerita) Papua yang membahas mengenai tas noken dengan tema “Noken, Rajutan Identitas Masyarakat Papua” di Sinema Hall, Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Jakarta pada Rabu 31/07.2019.
Tema ini diangkat sebagai bagian upaya untuk melindungi Noken, tas tradisional khas Tanah Papua sebagai “Warisan Budaya Tak Benda” atau intangible heritage yang terdaftar dalam United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Bagi masyarakat Papua, Noken memiliki makna filosofis dan simbol-simbol kehidupan yang merepresentasikan wanita Papua, kesuburan, kekeluargaan, ekonomi, kehidupan yang baik, perdamaian dan identitas. Disamping itu, Noken juga menandakan hubungan erat dengan alam.
“Noken adalah idenitas Papua. Di dalam Noken itu kita mengisi kebutuhan seperti hasil bumi, harta benda, juga sebagai gendongan bayi,” ujar Merry Dogopia, selaku ketua Noken Ania yang hadir dalam diskusi. Ia juga menambahkan bahwa proses pembuatan tas Noken ini bisa memakan waktu 1 sampai 2 hari bahkan satu minggu tergantung besarnya ukuran tas.
Turut hadir dalam diskusi, seorang desainer fesyen tanah air, Yurita Puji, yang telah mempromosikan noken hingga ke mancanegara dalam kreasi produk fesyen rancangannya. Yurita mengatakan bahwa Noken dapat diaplikasikan di banyak hal layaknya rajutan pada umumnya. “Buat saya dengan mempromosikannya seperti memberi identitas untuk produk itu, bahwa Noken adalah kepunyaan Indonesia,” ujarnya.
Noken terbuat dari bahan dasar serat kulit kayu dan pewarna alami yang berasal dari akar tumbuhan dan buah-buahan hutan. Uniknya, setiap suku di Papua memiliki nama dan pola rajutan ciri khas tersendiri. Istilah Noken ini merupakan sebutan untuk menyatukan berbagai nama berbeda di lebih dari 250 suku di Tanah Papua.
Direktur Program Yayasan EcoNusa, Muhammad Farid mengatakan bahwa orang asli Papua (OAP) memiliki hubungan harmonis dengan hutan dan keberadaan tas Noken ini merupakan buktinya. Ia juga menambahkan bahwa Noken bisa digunakan untuk belanja ke supermarket dan bisa mengganti penggunaan kantong plastik sekali pakai.
“Untuk saat ini yang di butuhkan di Papua adalah bagaimana menjaga tutupan hutan yang ada, karena dengan menjaga hutan, proses revegetasi secara alami bisa terjadi. Seperti di pegunungan Arfak, pertaniannya sangat maju dan organik. Bagaimana mereka bisa maju karena jasa lingkungan juga dan ekosistem hutannya terjaga.” jelasnya.
Saat ini, Yayasan EcoNusa tengah membantu provinsi Papua Barat untuk mewujudkan tutupan hutan sebanyak 70% dan berupaya ke berbagai pihak di Papua untuk tidak mengkonversi hutan, karena hutan merupakan sumber penghidupan orang Papua.
Sebagai Informasi, Yayasan EcoNusa (Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan) adalah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk meningkatkan berbagai inisiatif lokal di tingkat nasional dan internasional dalam upaya untuk memberikan dukungan bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan setara di Indonesia.
Penulis : Diki Suherlan