Desa Budeng Bali Lahirkan Inovasi Wisata dan Kuliner Mangrove

Reading time: 2 menit
Desa Budeng memiliki kekayaan mangrove. Foto: Pesisir Lestari
Desa Budeng memiliki kekayaan mangrove. Foto: Pesisir Lestari

Jakarta (Greeners) – Desa Budeng di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, merupakan salah satu desa yang kaya akan kawasan mangrove. Menyadari potensi tersebut, warga desa melahirkan berbagai inovasi dalam wisata dan kuliner berbasis mangrove.

Kawasan mangrove di Desa Budeng mencakup luas 89,39 hektare, dengan sekitar 25 hektare di antaranya dikelola oleh Kelompok Tani Hutan Wana Mertha (KTH Wana Mertha). Penanaman mangrove di desa ini bermula pada tahun 2007. Pada tahun 2011, KTH Wana Mertha turut berperan dalam pengelolaan kawasan tersebut.

Ketua KTH Wana Mertha, I Putu Madiasa, menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan mangrove di Desa Budeng fokus pada tiga aspek utama, yaitu ekowisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan silvofishery sebagai bentuk pelestarian mangrove.

Salah satu inovasi ekowisata yang warga lahirkan adalah Warung Mangrove sejak tahun 2021. Warung Mangrove menawarkan suasana makan yang unik. Pengunjung dapat menikmati pemandangan hutan mangrove sambil menyantap berbagai menu yang terbuat dari hasil tangkapan masyarakat. Hidangan tersebut juga diolah langsung oleh kelompok perempuan Desa Budeng.

BACA JUGA: AIS Forum Ajak Nelayan Lokal Suarakan Pentingnya Preservasi Sektor Biru

“Warung Mangrove di desa Budeng memainkan peran penting bagi keberlanjutan pelestarian mangrove di desa Budeng,” ungkap Putu lewat keterangan tertulisnya, Selasa (3/9).

Di Warung Mangrove ini, KTH juga memasarkan produk-produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) miliknya, seperti teh donju, keripik mangrove, dan pil mangrove. Ketiga produk ini masih berskala rumah tangga, hasil produksi masyarakat sekitar dengan memanfaatkan daun dan buah mangrove.

Selain terkenal dengan ekowisata dan kulinernya, Desa Budeng terkenal memiliki sejarah panjang dan kuat dalam mempertahankan tradisi lokal. Budaya masyarakat juga dipengaruhi oleh adat istiadat dan kepercayaan Hindu Bali. Sampai saat ini, warga Desa Budeng masih melestarikan budaya gotong-royong atau ‘ngayah’, baik dalam kegiatan sosial maupun keagamaan.

Desa Budeng memiliki kekayaan mangrove. Foto: Pesisir Lestari

Desa Budeng memiliki kekayaan mangrove. Foto: Pesisir Lestari

Mangrove Mendukung Kehidupan Warga Desa Budeng

Kawasan mangrove Budeng kaya akan biota seperti ikan, udang, kepiting bakau, dan kerang. Masyarakat desa dan sekitarnya menangkap dan mengumpulkan biota ini untuk mereka jual dan konsumsi. Penangkapan itu termasuk untuk memenuhi kebutuhan Warung Mangrove dalam menyediakan menu-menu mereka. Pemanfaatan dan pelestarian mangrove secara kolaboratif memberikan manfaat tidak hanya bagi Desa Budeng, tetapi juga desa-desa sekitarnya.

“Dengan hutan mangrove saat ini, kami merasa terlindungi. Kami dapat kembali merasakan hasil tangkapan biota seperti udang dan kepiting,” ujar Sekretaris KTH Wana Merta, I Kadek Sudiarsa.

BACA JUGA: Pertambahan Populasi Penduduk Ancam Ekosistem Mangrove

Dalam hal legalitas, organisasi non-pemerintah Pesisir Lestari ikut membantu melakukan advokasi dan peningkatan kapasitas bagi KTH. Mereka membantu mengajukan status hutan mangrove di Desa Budeng menjadi Hutan Desa di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Yayasan tersebut juga melakukan pemetaan partisipatif melalui Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), yang berarti Konsultasi dan Persetujuan Awal Tanpa Paksaan dan Informasi. Pemetaan ini bertujuan untuk menentukan area pengelolaan bersama masyarakat dan berkoordinasi dengan KPH Bali Barat. Tujuannya untuk verifikasi area yang akan diajukan.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top