Jakarta (Greeners) – Centre for Orangutan Protection (COP) menggelar aksi di depan gedung Permata Kuningan, Jakarta Pusat sambil membentangkan spanduk bertuliskan “ORANGUTAN KILLER” pada Kamis (10/03) kemarin. COP mendesak PT Anugerah Energitama (PT AE) untuk berhenti membahayakan nyawa orangutan.
Menurut Direktur COP Ramadhani, aksi ini dilakukan atas dasar temuan COP yang mengindentifikasi adanya 13 orangutan yang terjebak dalam hutan di wilayah Kalimantan Timur yang sudah terfragmentasi atau terbagi-terbagi menjadi kawasan hutan yang jauh lebih kecil. Ia menyatakan COP melakukan survei tersebut sekitar 10 hari yang lalu.
“Memang ada hak guna usaha punya mereka disana dan ada beberapa titik rusaknya hutan masuk dalam kawasan PT AE akibat fragmentasi. Dipastikan orangutan tersebut tidak akan mampu melanjutkan hidupnya,” ujarnya kepada Greneers, Jakarta, Kamis (10/03).
Kawasan yang dijadikan bukti oleh COP adalah kawasan hak guna usaha milik PT AE yang diduga melakukan pembabatan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan ini terletak di kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Dalam wilayah yang terfragmentasi tersebut, selain orangutan (Pongo pygmaeus), COP juga berhasil mengidentifikasi berbagai jenis satwa liar langka yang dilindungi, seperti owa abu (Hylobates muelleri) dan rangkong (Buceros bicornis).
Berdasarkan pada undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, pasal 21 ayat 2 point (e), disebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/sarang satwa yang dilindungi. Oleh karena itu COP, lanjut Ramadhani, meminta agar PT AE bergerak cepat untuk mencegah kejahatan lanjutan yang sangat mungkin terjadi.
Menurutnya, ke-13 orangutan tersebut merupakan target mudah bagi para pemburu karena sempitnya kawasan yang tersisa dan jarangnya pepohonan. COP juga menilai bahwa daya dukung kawasan hutan untuk habitat satwa liar tersebut sudah tidak memadai. Keberadaan orangutan di kawasan tersebut hanyalah soal waktu saja karena mamalia ini dianggap sebagai hama yang memakan tunas-tunas kelapa sawit.
“Kami akan tetap lanjut dan kami akan teruskan laporan-laporan ini ke stakeholder (pemerintah) lainnya,” jelasnya.
Ramadhani juga menyatakan pembukaan lahan kebun kelapa sawit yang diduga dilakukan oleh PT AE merupakan ancaman utama bagi kelangsungan hidup orangutan dan satwa liar lainnya di Kalimantan. COP juga menilai bahwa telah terjadi kesalahan serius dalam hal pemberian dan pelaksanaan izin perkebunan kelapa sawit di kawasan tersebut karena keberadaan beragam jenis satwa liar di sana merupakan bukti bahwa kawasan tersebut dulunya memang merupakan kawasan yang memiliki nilai konservasi yang tinggi.
Ketika hendak dimintai keterangan perihal keselamatan orangutan oleh dua orang perwakilan dari COP, perwakilan dari PT AE menolak untuk memberikan keterangan perwakilan dari PT AE juga menyatakan keberatan atas tuduhan sebagai “pembunuh orangutan” oleh COP.
Penulis: Rayi Fahmi