Lebih dari dua tahun, Nova Ruth dan Grey Filastine merancang sebuah proyek untuk merealisasikan mimpi mereka berlayar mengelilingi dunia. Keduanya memiliki misi menyuarakan kehidupan yang lebih baik untuk masa depan kepada masyarakat dunia.
Mereka sempat terpikir untuk membatalkan rencana berlayar. Selain tidak mudah, hal tersebut juga memiliki tantangan tersendiri. “Kami ditempa banyak hal seperti penolakan daripada dukungan dari badan dan lembaga donor swasta maupun pemerintah,” tulis Nova dalam laman Instagramnya.
Baca juga: Perpres Tata Ruang Jabodetabek-Punjur Menggerus Ekosistem Teluk Jakarta
Berkat tekad yang kuat, pada September 2019 lalu, kapal Arka Kinari yang merupakan proyek Nova dan suami diluncurkan pertama kali di Laut Utara Belanda. Nama tersebut diambil dari dua bahasa, yaitu Arka (Latin Vessel) yang berarti menahan atau mempertahankan dan Kinari yang merupakan bahasa Sansekerta dari seorang musisi penjaga kehidupan.
Perjalanan mereka mengarungi lautan di bulan Januari 2020 lalu berlangsung selama kurang lebih enam bulan. Bersama kru dan anggota musik filastine, mereka singgah di beberapa negara seperti Kolombia, Guna Yala, dan Meksiko. Bulan ini, Arka Kinari diperkirakan akan sampai di tujuan akhir, yaitu perairan Indonesia.
“Kami akan memasuki perairan Indonesia dan mencatat sejarah baru di dunia maritim lewat seni dan budaya,” tulis Nova pada keterangan instagramnya yang diposting pada 18 Maret 2020 lalu.
Selama berlayar, Arka Kinari akan melewati rute-rute perdagangan yang hilang. Di zaman kerajaan terdahulu, Indonesia merupakan negara yang strategis dalam urusan perdagangan internasional. Namun, saat ini negara maritim ini berubah menjadi salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia.
Kapal layar bekas buatan Jerman tahun 1947 tersebut dipilih oleh kedua musisi ini untuk membuat sebuah konser. Mereka melakukan pementasan dari sebuah dek kapal berlayar klasik dengan memadukan musik live dan visual sinematik.
Konsep pertunjukan yang diusung oleh Nova Ruth dan Filastine mencampurkan melodi tradisional Jawa, polyrhythms hipnosis, dan musik elektronik kontemporer yang dinamis. Dua musisi dan dua kru tambahan menggunakan kapal, layar, pantai, dan air sebagai panggung skenografi.
Baca juga: Terumbu Karang Terancam oleh Sampah Medis Akibat Covid-19
Untuk menopang daya pada setiap konser di atas kapal, Nova dan suami menggunakan energi terbarukan dalam memenuhui kebutuhan audiovisual skala besar. Dengan metode tersebut mereka juga menyuarakan isu-isu lingkungan di setiap negara yang disinggahi.
Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para sahabat yang terus memberikan semangat dalam perjalanannya mengarungi lautan dunia. “Kami sangat berterima kasih kepada sahabat dan kerabat terutama yang telah menyemangati dalam persiapan penggarapan proyek ini sejak awal hingga kini,” ucapnya.
Penulis: Ridho Pambudi