Jakarta (Greeners) – Praktik pembuangan sembarangan sampah elektonik mengancam lingkungan, karena tergolong limbah berbahaya beracun (B3). Pengelolaannya harus melalui formal recycling process. Tahun 2019, dunia menyumbang hampir 53 juta ton sampah elektronik.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi sampah elektronik akan mencapai 74 juta ton pada tahun 2030. Lalu akan melonjak lagi menjadi 120 juta ton pada tahun 2050. Sayangnya hingga saat ini hanya 17,4 % dari limbah elektronik yang mengandung campuran zat berbahaya dan bahan berharga ini terkumpul, terolah dan terdaur ulang dengan benar. Negara-negara Eropa sudah melakukan recycle sekitar 40-60 %.
Setiap 14 Oktober dunia gelar International E-waste Day. Bagi Indonesia ini merupakan tahun pertama peringatan tersebut. Oleh karenanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan EwasteRJ mengajak masyarakat ikut serta menanggulangi permasalahan ini. Aksi pertama di Indonesia, gerakan buang sampah elektronik serentak pada National E-waste Day menandai kepedulian itu.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, dalam pengelolaan sampah elektronik ada tiga entitas yang berperan. Ketiganya yakni produsen peralatan elektronik, pengelolaan kawasan industri dan pemerintah daerah.
“Tiga entitas memiliki tanggung jawab yang diamanatkan PP No 27 Tahun 2020 yang merupakan turunan dari Undang-Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,” katanya dalam webinar Pengelolaan Sampah Elektronik di Indonesia di Jakarta, Kamis (14/10).
Menurut Novrizal, ada dua prinsip pengelolaan sampah elektronik yakni pertama, pengurangan timbulan sampah, daur ulang dan pemanfaatan kembali. Kedua, penanganan yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan proses akhir.
Indonesia Penyumbang 10 Besar Sampah Elektronik
Co-Founder EwasteRJ Rafa Jafar memprediksi, timbulan sampah elektronik pada tahun 2021 di Indonesia mencapai 2 juta ton. Pulau Jawa berkontribusi hingga 56 % limbah elektronik tahun 2021.
Kondisi ini membuat Indonesia termasuk dalam 10 negara penghasil sampah elektronik terbanyak di dunia pada tahun 2019 dan menjadi negara tertinggi di Asia Tenggara. EwasteRJ baru bisa mengumpulkan 2,8 ton dari awal tahun hingga Oktober 2021.
“Itu sangat sedikit, masih 0,1 persennya. Anak-anak muda harus lebih masif lagi dan enggak boleh menganggap sepele persoalan ini. Keabaian kita sekarang bisa jadi beban untuk generasi mendatang,” ungkapnya.
Segera Kumpulkan dari Rumah Tangga
Di Indonesia formal recycling process hanya dapat terlaksana oleh perusahaan pengelolaan sampah elektronik yang sudah terverifikasi oleh KLHK. Proses pengelolaan pun jauh berbeda dan lebih lama daripada sampah pada umumnya.
EwasteRJ hingga saat ini menjadi komunitas yang fokus pada isu ini. Komunitas ini telah berhasil mengumpulkan 7 ton sampah elektronik sejak 2016 silam. EwasteRJ mewadahi pengumpulannya apabila masyarakat tidak mengetahui tempat untuk membuangnya.
“Kita menyediakan wadah khusus, setelah melewati proses intellect untuk memastikan sampah-sampah ini tidak jatuh ke tangan yang salah. Lalu kita distribusikan ke sebuah perusahaan yang sudah terverifikasi oleh KLHK,” papar Rafa.
Rafa menegaskan, aksi ini tidak cukup hanya mendaur ulang. Konsumen juga harus mengubah pola pikir dan gaya hidup dengan mengurangi penggunaan alat-alat elektronik tersebut sehingga dapat menekan jumlah sampahnya.
Rangkaian acara National E-waste Day tidak berhenti hanya pada webinar. Masyarakat dapat mengumpulkan sampah elektronik dan membuangnya secara gratis kepada gudang, agen, mitra EwasteRJ. Mitra ini tersebar di kota-kota di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Bandung, Semarang dan lainnya.
Pengumpulan nasional ini berlangsung hingga tanggal 30 Oktober 2021. Pengiriman sampah dapat dilakukan dengan klik drop ewaste di ewasterj.com.
Penulis : Fitri Annisa