330 Ton Makanan
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai program “Food Rescue” yang digagas oleh Yayasan Emmanuel, berikut wawancara Greeners dengan pendiri Yayasan Emmanuel, Bapak Emmanuel Laumonier.
Greeners (G): Kapan program “Food Rescue” ini dimulai?
Emmanuel (E): Yayasan Emmanuel sudah didirikan sejak tahun 2000, tapi untuk program ini (Food Rescue) sudah dari tahun 2003. Modalnya cukup simpel, kami mengambil dari hotel-hotel yang punya makanan berlebih. Jadi bukan makanan buangan tapi makanan yang kelebihan. Kita tidak bisa menebak jumlah orang yang akan datang ke hotel. Biasanya kelebihan makanan ini selalu dibuang.
G: Bagaimana cara makanan berlebih ini didistribusikan?
E: Kami mengambil makanan itu setiap hari dengan truk-truk kulkas yang besar, jadi makanan dijaga suhu penyimpanan sesuai dengan jenis makanannya. Kita bawa makanan hari itu juga ke komunitas. Di lokasi komunitas tersebut kami punya daftar jadi kami tahu warga yang menerima makanan ini. Kami bagi makanan ini kepada warga yang tepat dan tepat sasaran karena orang yang tidak sesuai sasaran juga minta makanan gratis. Kami melakukan ini setiap hari, dari Senin hingga Sabtu. Hanya satu hari saja kami istirahat.
G: Melalui program ini, sudah berapa banyak makanan yang didonasikan?
E: Sejak tahun 2003 sampai sekarang, kira-kira kami sudah mengambil sekitar 330 ton makanan. Kalau per tahun sekitar 35 ton. Per bulan kami mengambil sekitar 3-3,5 ton karena jumlahnya fluktuatif. Setiap harinya kami mengambil makanan di lebih kurang 28 hotel. Ada 18 titik lokasi peyebaran bantuan makanan ini ke komunitas.
G: Siapa yang menentukan 18 lokasi ini?
E: Karena ini pekerjaan kami sehari-hari, kami benar-benar melakukan survei untuk memastikan lokasinya tepat sasaran, warga memang membutuhkan bantuan ini, dan warga juga mau bekerjasama dengan kami. Kami silaturahmi dan urus semua perizinan, dan kami yang membagikan supaya tepat sasaran. Ini juga merupakan bagian dari kepercayaan pihak hotel dan lainnya.
Kami akan terus me-review lokasi apakah masih tepat sasaran karena mungkin dalam tiga tahun lokasi bantuan sudah berubah, misalnya lokasi ada yang digusur atau kondisi warga di lokasi sudah lebih baik, jadi kami akan mencari lokasi baru.
G: Apa syarat lokasi tersebut dipilih?
E: Yang jelas, syarat nomor satu adalah masalah ekonomi. Di sini (Kampung Pisangan), warga berada dibawah garis kemiskinan. Di sini banyak warga yang untuk mendapatkan uang dua puluh ribu rupiah harus bersusah payah. Pendapatan di bawah Rp 20.000 per hari buat kami berarti di bawah garis kemiskinan. Tapi tidak hanya itu, kami juga melihat lokasinya secara geografi.
Kemacetan juga menjadi tantangan bagi kami dalam menentukan lokasi. Kami kan membawa makanan dengan truk. Kalau terlalu jauh dan macet, bantuan makanan akan tiba di lokasi terlalu lama. Kalau warga senang, semangat dan mau terima bantuan ini, itu juga mendukung kami memilih lokasi tersebut.
G: Selain di Kampung Pisang, lokasi bantuan berada dimana lagi?
E: Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). Kami juga ke Galuga, itu lokasi Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
G: Di desa ini ada berapa banyak warga yang dibantu?
E: Di sini sekitar 30-40 Kepala Keluarga (KK) karena di satu tempat ada beberapa titik/lokasi pemberian bantuan. Satu titik bisa sampai 200 KK. Tapi bantuan diberikan secara berkala, tidak sekaligus. Sekali drop bantuan untuk 30-40 KK, minggu depan gantian.
G: Apakah makanan untuk program “Food Rescue” ini hanya dari hotel?
E: Tidak hanya dari hotel tapi supermarket, restoran, katering juga. Pokoknya dimana ada makanan yang masih layak untuk dimakan karena memang bukan buangan tapi kelebihan/ekses, kami akan ambil secara tertib. Kami punya QPA (Quality Point Average) supaya bisa kami monitor, kami timbang semua jadi kami tahu berapa kilogram sayur di hari tertentu dari restoran A, hotel B, semua kami tahu.
G: Apa yang ingin Anda sampaikan melalui program ini?
E: Kami tidak mau orang di sini bergantung pada kami. Ini hanya dukungan untuk diet dan nutrisi mereka. Jangan sampai mereka merasa tidak usah bekerja lagi karena sudah mendapatkan makanan gratis. Itu kami tidak mau.
Lewat jadwal operasional kami yang cuma datang satu atau dua minggu sekali, otomatis warga tetap harus hidup normal sehari-hari. Ini cuma tambahan, bukan kami menjadi sumber pokok makanan mereka. Kami tidak mau itu. Jangan sampai jadi bumerang, niat baik kita akhirnya orang jadi tidak ngapa-ngapain karena sudah mendapatkan makanan gratis.
Penulis: Renty Hutahaean