Tuhan telah menciptakan berbagai macam jenis tanaman dengan keunikan dan potensinya masing-masing, yang kemudian dapat digunakan manusia secara bijak untuk menyelamatkan lingkungan. Salah satunya adalah tanaman “ekor kucing”.
Mendengar kata “ekor kucing” yang terbesit dalam benak kita adalah buntut dari seekor kucing. Tetapi lain cerita jika “ekor kucing” yang dimaksud adalah nama sebuah tanaman. Tanaman ini sangat populer dibahas di berbagai bahan kajian bidang teknik dan lingkungan.
Typha latifolia atau dikenal dengan penamaan lokal “ekor kucing” adalah tanaman yang memiliki peranan penting bagi lingkungan, khususnya dalam menanggulangi pencemaran. Sebutan tanaman “ekor kucing” juga dipakai pada penamaan lokal tanaman hias Acalypha hispida.
Ekor kucing (Typha latifolia) telah diketahui di berbagai negara sebagai tanaman yang digunakan dalam metode penjernihan air yang murah serta efektif. Berdasarkan sumber dari beberapa penelitian dan jurnal ilmiah bahwa ekor kucing memiliki sistem perakaran yang banyak dan kuat. Mereka dapat membantu menstabilisasi sungai dengan menyerap zat organik dan membatasi erosi tanah.
Selain itu tanaman ini juga mampu menyerap fosfat. Layaknya spons, tanaman ekor kucing menyerap fosfat dari lingkungan sekitarnya. Tanaman ini biasa dipakai untuk pengolahan dengan sistem Constructed Wetlands (dikutip dari penelitian Johanna Evasari (2012), Teknik Lingkungan UI).
Ekor kucing memiliki bentuk batang yang panjang dan ramping, serta berwarna hijau. Bunganya berwarna cokelat, berbulu menyerupai bentuk buntut kucing, adapun yang menyebutkan bentuknya menyerupai sosis. Tanaman ini memiliki tinggi antara 15-30 dm. Perbungaan seperti taji, terminal, silinder yang memiliki bunga jantan pada bagian atas dan putik pada bagian bawah dengan sumbu tak tampak antara bunga jantan dan putik. Taji berwarna hijau ketika masih muda, dan berubah menjadi warna cokelat ketika tanaman telah menjadi dewasa.
Uniknya, tanaman ekor kucing dijuluki “tanaman abadi”. Mengapa demikian? Tanaman ini dapat hidup selama bertahun-tahun karena ia menghasilkan benih dari tahun ke tahun. Pada umumnya tanaman ini memiliki siklus hidup adalah 3 tahun atau berumur lebih.
Tanaman ekor kucing umumnya hidup di dalam atau di dekat air yang dangkal. Mereka mudah ditemukan di daerah rawa, sungai dan danau. Tanaman ini juga dikenal toleran terhadap wilayah tergenang, kondisi tanah tereduksi dan salinitas. Berdasarkan siklus hidupnya tersebut, maka tanaman ekor kucing menjadi spesies tanaman indikator lahan basah.
Selain itu, tanaman ekor kucing digunakan sebagai biofilter pengolahan limbah batubara. Pada tulisan M. Sulthoni, et al yang dikutip dari jurnal ilmiah EnviroScienteae (2014), bahwa tanaman ekor kucing mempunyai kemampuan bertahan hidup (adaptasi) dengan tingkat keasaman yang rendah dan mendominasi di area settling pond (kolam pengendapan).
Tujuan pembuatan kolam pengendapan di suatu lokasi tambang ialah untuk memastikan bahwa limbah cair yang keluar ke badan air akibat dari proses penambangan akan memenuhi baku mutu yang disyaratkan oleh pemerintah. Diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir (dikutip dari unhas.academia.edu/AnggaAlamin).
Masih hangat dalam ingatan kita kasus lumpur lapindo tahun 2006. Fenomena luar biasa yang terjadi di wilayah Porong, Sidoarjo ini, mengakibatkan semburan lumpur panas menggenangi areal jalan raya, sekolahan, persawahan, pemukiman penduduk dan kawasan industri, serta fasilitas umum lainnya, yang berdampak pada pencemaran tanah di lingkungan sekitar. Berdasarkan kajian ejurnal LenteraBio, Universitas Negeri Surabaya (2013) bahwa kandungan bahan kimia lumpur yang menyembur di Porong Sidoarjo antara lain fenol, logam berat seperti Hg, Cr, Cd, dan Pb.
Upaya dalam menanggulangi pencemaran yang diakibatkan dari lumpur Lapindo yaitu melalui fitoremediasi dengan menggunakan tanaman ekor kucing. Fitoremediasi didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air.
Diketahui tanaman ekor kucing dapat mengabsorpsi logam berat Timbal (Pb) di genangan air lumpur lapindo Sidoarjo. Tanaman ekor kucing banyak ditemukan di sekitar area tanggul lumpur lapindo terutama di sisi timur tepatnya Desa Renokenongo. Artinya, tanaman ini mampu hidup dan resisten terhadap tanah yang tergenang air lumpur yang tercemar logam berat. Tanaman ini pun digunakan sebagai bioindikator dalam memonitor lingkungan yang tercemar logam berat (ejurnal LenteraBio, 2013).
Keserakahan manusia menjadi akar seluruh permasalahan dampak lingkungan di bumi. Meskipun rata-rata upaya penanggulangan dan penyelamatan lingkungan terbilang memakan waktu yang relatif lama, namun kita harus optimis bahwa tidak ada usaha yang terbilang sia-sia, jika kita berniat untuk menyembuhkan kembali bumi ini, walau hanya dimulai dengan menanam satu bibit kecil tanaman.
Penulis: Sarah R. Megumi